Siang itu waktu memasuki waktu dhuhur. Aku dan teman-teman pun menghentikan acara kami dan beranjak ke tempat wudhu untuk persiapan sholat. Waktu lagi ngantri wudlu tiba-tiba ada adik kelas yang nyletuk
"kakak kelas ku mau nikah yam mbak? "tanya Risa dengan suara lembutnya
"Iya ta dik?"Tanyaku kembali pada Risa dengan nada terkejut yang kusadari agak berlebihan
"Kenapa mbak anti kok kaget banget? "Tanya Andin yang mengetahui reaksiku
"Eng.....ga papa dek. Kaget aja. Ga nyangka Bagas akan nikah secepat itu. Tapi ya siapa tahu sih emang bener. Anti tahu dari mana dik Risa?
"Dari orang-orang asrama, di asrama tuh sudah heboh berita ini mbak. Kirain mbak-mbak sudah tahu."jawab Risa panjang lebar.
Dalam hati aku bersyukur, untung tidak ada yang tanya macam-macam karena reaksiku tadi. Terasa kaget benar saat aku mendengar kabar tadi. Di kepalaku langsung terlintas lagunya ahmad dani. Hancur hatiku......na..na..na (ga tahu lanjutannya). Seketika itu aku sadar bahwa aku akan kecewa, sedih dan perasaan negatif lainnya ketika kabar itu benar adanya dan aku masih menyimpan harapan untuk bisa bersanding dengannya. Orang yang belakangan ini mengusik hatiku. Dalam doa usai sholatku aku memohon pada Allah agar aku bisa menghilangkan perasaanku pada Bagas, tidak sering membicarakan apalagi membayangkannya.
"Ya...Allah..terimakasih engkau telah memberi rasa cinta pada hamba yang sempat membuat hamba lebih bersemangat menjalani hidup, yang membuat hamba lebih dekat denganMu. Ya Allah kini hamba sadar bahwa rasa cinta itu belum halal untuk hamba. Hamba tak mau terlalu terluka ketika takdirMu mengatakan bahwa dia bukan untuk hamba. Hamba tidak mau itu terjadi ya Allah. Mulai detik ini hamba titipkan rasa ini padaMu. Akan hamba biarkan Engkau menjaganya dan mengembalikannya pada hamba di waktu yang telah Engkau tetapkan jika memang Engkau berkehendak.Ya Allah semoga Engkau mengabulkan doa hamba. Amin."
Sejak saat itu ku tak lagi memikirkan Bagas. Harapan untuk menjadi istrinya pun terbungkus indah dalam doa yang telah kupanjatkan pada Yang Maha Kuasa.
################
Siang ini matahari sangat menyengat kulit, aku putuskan untuk istirahat di masjid dulu setelah sholat dhuhur. Mendinginkan otak dulu setelah satu jam memanas saat menghadapi pertanyaan-pertanyaan kuis Fisika zat Padat 2 tadi. Selain itu aku ingin lebih lama bercengkeramah dengan Sang Pencipta, Yang memiliki diriku.
Setelah lima belas menit istirahat, kini aku merasa lega. Gerahku sudah hilang. Jam dinding masjid menunjukkan pukul 12.45 WIB. Aku harus bergegas ke jurusan untuk melaksanakan tugasku sebagai asisten praktikum fisika dasar 1. Kali ini aku mengasisteni mahasiswa tingkat 1 jurusan Teknik Fisika. Agak ribet juga menangani mahasiswa yang mayoritas cowok itu. Walaupun begitu aku senang saat mendampingi pereka praktikum. Mereka rata-rata cerdas dan kritis. Dan aku hampir bisa akrab dengan mereka setelah beberapa kali kami bertemu.
Usai praktikum, mereka pun berkumpul ke mejaku untuk mendapatkan brifing tentang laporan praktikum yang harus dikumpulkan minggu depan. Setelah mereka merasa jelas dengan penjelasanku tentang laporan itu. Mereka bergegas pulang, tapi ada beberapa orang yang masih di depan mejaku. Katanya mau ngobrol denganku.
"Mbak Aisyah aktif di UKKI ya mbak?"Tanya Fito tiba-tiba
"Iya, kenapa Fit?ayo kalau mau gabung!jawabku"
"Ga kenapa-kenapa mbak. Berarti mbak kenal mas Bagas dong. Dia kan sekum UKKI. Dia mentor ku lho mbak."Jelasnya
Hatiku tersentak saat Fito menyebut nama itu, nama yang tidak asing di telingaku.
"Kenal" Jawabku singkat
Fito langsung terus nerocos melanjutkan ceritanya tentang Bagas tanpa ku minta.
"Dia tu keren banget ya mbak... Sudah alim, pinter, jadi MAWAPRES. Pokoknya TOP BGT deh. Aku seneng banget jadi adek mentornya"
"Ohw......Ceritanya lagi pamer mentor nih....ledekku pada Fito. Kalo kakak mentornya sekeren itu, adik mentenya harus lebih keren dong!"
"Doakan ya mbak semoga aku bisa seperti mas Bagas"
"Iya, aku doakan semoga kamu bisa seperti kakak mentormu itu, bahkan bisa lebih baik darinya."
"Amin" ucap Fito dan teman-temannya.
Ngomongin tentang Bagas aku jadi keinget berita itu. Berita pernikahannya. Aku berniat untuk tanya pada Fito, tapi kuurungkan niatku itu. Karena aku tidak mau menggibah. Apalagi tanya-tanya tentang ikhwan, bukan aku banget. Tapi tiba-tiba Fito melanjutkan ceritanya.
"Eh mbak, emang bener ya mas Bagas mau nikah dalam waktu dekat ini? tanya Fito pelan padaku "Ga tahu dik.Tanya aja ke orangnya. Kamu kan adik kelasnya. Pasti sering ketemu kan?"jawabku "Sudah ya, ngomongin kakak kelas mu itu. Nanti jadi nglantur ke mana-mana. Ga boleh Ghibbah.
Fito pun tidak melanjutkan perbincangan kami dan bergegas pulang setelah lama teman-temannya menunggu.
Jam yang tergantung di dinding Lab menunjukkan pukul 16.15 WIB. Setelah mengisi absensi aku berpamitan ke teman-teman yang masih ada di sana. Setelah lima menit berjalan menyusuri tangga dari lantai tiga akhirnya aku sampai di lantai dasar. Aku langsung menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda dan pergi menunju masjid kampus. Aku mau mengambil Buku Mutaba’ah kader yang kusimpan di loker keputrian.
Setelah lima menit dari jurusan aku sampai di masjid. Ku parkir sepedaku di depan toko masjid. Aku langsung menuju lantai 2 masjid dan mengambil buku itu. Setelah mengambill buku mutaba’ah dan merapikan loker yang isinya mulai berantakan itu, aku langsung turun mau pulang. Di depan toko masjid aku ketemu Ardita, temenku waktu TBB dulu dan kami pun akrab hingga kini. Dia juga sejurusan dengan Bagas.
Ah....kenapa lagi-lagi harus menyebut nama itu. Setelah saling bersapa salam dan bercipika-cipiki, kami pun ngobrol. Tiba-tiba dari bundaran tiba-tiba datang sesosok manusia yang sudah kukenal siapa namanya. Orang yang akhir-akhir ini jadi pembicaraan orang-orang di sekitarku. Dialah Bagas. Seorang Adam yang sempat membuatku resah. Dia mendekat ke arah toko. Menghampiri bang Isa yang siang itu lagi tugas jaga di toko.
"Assalamu’alaykum Gas, yang mau nikah rek, wajahnya sumringah banget"sapa bang Isa pada Bagas yang menghampirinya.
"Wa’alaykumsalam warahmatullah"Jawab Bagas dengan senyum khasnya.
"Mana undangannya"Tanya bang Isa pada Bagas yang sedang mengambil teh botol di frezzer.
"Undangan apa bang" Jawab Bagas dengan cueknya
"Kata anak-anak, antum mau menggenapkan separuh din"
"Kalo itu pastilah bang. Itu kan sunnah Rasul. Kita-kita kan harus mengikuti sunnahnya"jawab Bagas dengan logat khasnya.
Ada sengatan kecil di hatiku ketika ku mendengar jawabannya."jadi dia bener mau nikah? dengan siapa? kapan? pertanyaan itu beruntun menyerbu kepalaku.
"Tapi ngga waktu dekat ini Bang. Masih ada target lain yang harus diwujudkan."
Hatiku lega mendengar jawabannya yang barusan kudengar.
"Kok ada gosip itu gimana?"tanya bang Isa yang semakin penasaran
"Itu ulah temen-temen jurusan. Itu tu salah satunya"jawab Bagas sambil menunjuk Ardita yang sedang ngobrol denganku.
Merasa dilibatkan dalam percakapan Bagas dan bang Isa, Ardita yang agak cerewet itu pun langsung ikut menimpali perbincangan mereka.
"Eh, enak aja nuduh orang penyebar gosip. Bukan aku ya yang nyebarin gosip itu."jelas Ardita sambil sewot karena tidak terima dituduh sebagai tukang gosip.
"Sebenarnya yang mau nikah itu kakakku, bang. Eh malah aku yang digosipkan mau nikah. Tapi gapapa juga sih. Ku anggap aja itu doa buatku."Papar Bagas menjelaskan gosip itu, jawaban indah yang membuatku lega.
Ternyata itu hanya gosip belaka. Dan aku kembali tersenyum dalam hati. Aku bersyukur karena harapan itu masih ada. Harapan untuk menjadi pendamping hidupnya. Semoga Engkau mengabulkan harapanku itu ya Allah. Amin. Dan tak sengaja ternyata aku senyum-senyum sendiri sehingga Ardita pun heran.
"kenapa ukh? Kok senyum-senyum sendiri? Hayo ada apa?"Ledek Ardita padaku
"Eng...ngga ada apa-apa ukh. Eh, sudah sore nih, aku pamit dulu ya. Assalamuálaykum warahmatullah."
"waálaykumsalam warahmatullah"jawab Ardita
SELESAI